TANJUNG SELOR – Kasus persetubuhan dengan anak di bawah umur di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara (Kaltara) dikhawatirkan meningkat. Ironisnya, para pelaku persetubuhan dilakukan oleh anak dibawah umur.
Berdasarkan data yang diterima dari Kejaksaan negeri (Kejari) Bulungan, pada tahun 2022 lalu ada 17 perkara persetubuhan anak dibawah umur.
“Untuk tahun 2023 ini sampai bulan Mei ada 10 perkara yang proses hukumnya sudah berjalan, pelakunya orang dewasa,” ungkap
Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Bulungan, Muhammad Faizal, Rabu 14 Juni 2023.
Sementara itu, persetubuhan anak dengan pelaku anak tercatat sebanyak 4 perkara hingga Mei. Tahun sebelumnya (2022), ada 6 perkara.
“Hingga Mei lalu saja sudah ada 4 perkara. Sementara tahun lalu tercatat 6 perkara. Rata-rata pelakunya masih berstatus sebagai pelajar,” kata Faizal.
Ia menegaskan, meski usia anak masih di bawah umur tidak menghentikan proses hukum pidananya. Apalagi dalam kasus ini ada pelapor, korban dan pelaku.
“Ini tindak pidana murni, jadi proses hukum pidana tetap berjalan. Tidak ada perbedaan dalam penanganan perkara anak,” tegasnya.
Namun, pelaku anak dibawah umur tidak bisa disamakan dengan orang dewasa. Hal itu sesuai amanat Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Mereka harus tetap mendapatkan perlindungan.
“Perlakuan istimewanya itu seperti tidak boleh menyebutkan identitas pelaku anak dan persidangannya dilakukan tertutup,” jelas Faizal.
Faizal menyebut, saat ini belum ada perkara persetubuhan dengan pelaku anak yang divonis oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Selor. Sebab, perkaranya masih dalam tahap persidangan dan pemberkasan.
“Seharusnya sudah ada tahanan khusus buat anak atau dipisah dengan orang dewasa. Sayangnya sekarang ini masih digabung, karena belum lapas (lembaga pemasyarakatan) khusus anak. Kalau di lapas Tarakan sudah ada pembagian blok anak dan perempuan,” ujarnya.
Dikatakannya, pelaku anak tidak bisa ditahan di lapas atau rumah tahanan (rutan). Seharusnya, di tempatkan sementara di lembaga sosial.
“Karena belum ada lapas atau rutan anak, terpaksa digabung dengan perkara lain. Apalagi pelaku persetubuhan ini harus ditahan,” imbuhnya.
Melihat tren kasus saat ini, Kejari Bulungan berharap hal ini dapat menjadi perhatian pemerintah.
“Iya, ini menjadi tugas kita bersama agar kasus persetubuhan anak tidak semakin bertambah,” pungkasnya.(*)