JAKARTA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan workshop penyelesaian konflik agraria pada aset BMN/BMD, BUMN/BUMD yang dikuasai oleh masyarakat yang merupakan rangkaian kegiatan Road to Reforma Agraria Summit 2024 dalam rangka membentuk sinergi penataan aset dan penataan akses sebagaimana komitmen pemerintah dalam melaksanakan amanat pembaruan agraria yang berkeadilan dan berkelanjutan. Workshop diselenggarakan secara luring di The Ritz-Carlton Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dihadiri oleh kementerian/lembaga, BUMN, pemerintah daerah, akademisi, CSO, dan terbuka untuk publik, tema workshop pada sesi II yaitu “Penyelesaian Konflik Agraria pada Aset BMN/BMD, BUMN/BUMD yang Dikuasai Masyarakat”.
Dalam keterangan yang diterima redaksi, Sabtu (1/6), Gunawan Eko Movianto selaku Plh. Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah I Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri berkesempatan menjadi salah satu narasumber dalam workshop tersebut bersama empat narasumber lainnya yaitu dari PT Perkebunan Nusantara II; Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan Tentara Nasional Indonesia.
Penguasaan tanah oleh masyarakat terjadi salahnya satunya disebabkan pemilik hak atas tanah tidak menggunakan/memanfaatkan tanahnya secara optimal, tidak menjaga tanda batas hak atas tanahnya dan tidak melaksanakan tugas fungsi sosial.
Terdapat beberapa kelompok tipologi permasalahan pertanahan pada aset tanah BUMN/BUMD dan BMN/BMD di antaranya: 1. aset tanah BUMN/BUMD dan BMN/BMD yang telah bersertipikat, akan tetapi tanah tersebut dikuasai secara fisik oleh masyarakat; 2. Tanah BUMN/BUMD dan BMN/BMD yang belum bersertipikat, namun tercatat sebagai aset dan tanah tersebut dikuasai secara fisik oleh masyarakat; dan 3. aset tanah BUMN/BUMD berupa HGU yang telah habis jangka waktunya dan masih tercatat sebagai aset namun kondisinya secara fisik sudah dikuasai oleh masyarakat.
Gunawan menyampaikan konflik agraria merupakan konflik yang terjadi dalam pemanfaatan penataan ruang.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengurus pertanahan namun memiliki keterbatasan keleluasaan.
Melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 900.1.15.5-1317 Tahun 2023, pemerintah daerah dapat mengalokasikan anggaran sesuai dengan nomenklatur yang tercantum dalam Kepmendagri tersebut sebagai upaya penyelesaian konflik dan manajemen pengelolaan aset BMD di daerahnya.
“Penyelesaian konflik BMD antara provinsi dengan kabupaten dapat lebih mudah yaitu melalui tukar menukar pemindahan aset, sedangkan aset Pemda yang tumpang tindih dengan BUMN, misalnya, aset TNI dengan Pemprov Sumsel. Meski sama-sama plat merah, namun kenyataannya sulit mencapai kesepakatan, dalam hal ini kami mendorong Pemda agar dapat mengelola BMD mereka menjadi lebih baik,” ujar Gunawan.
Rumusan solusi dari beberapa contoh kasus konflik agraria pada aset BMN/BMD, BUMN/BUMD yang dikuasai masyarakat, yaitu: 1. Pola kerjasama; 2. pemberian hak berjangka waktu di atas HPL; 3. pemberian hak atas tanah/redistribusi tanah; dan 4. pola lainnya sebagaimana ketentuan Pasal 45 Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria.
“Kami sudah mendukung pelaksanaan reforma agraria dalam berbagai kebijakan, namun kami tidak dapat masuk lebih dalam lagi karena pemerintah daerah memiliki kewenangan terhadap anggarannya masing-masing,” tutur Gunawan.
Penegasan dalam pembacaan rumusan yang dibacakan pada akhir acara workshop yaitu diperlukan penelitian subjek yang menguasai aset, apakah benar-benar masyarakat yang membutuhkan atau mafia yang tidak beritikad baik.(*)