Gubernur Kaltara Teken Mou Bersama PT GER Lestari

Investasi USD 180 Juta Tekan Emisi Karbon

TANJUNG SELOR – Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara), Zainal Arifin Paliwang menandatangani memorandum of understanding (Mou) atau kesepakatan bersama Direktur Utama PT. Global Eco Rescue Lestari, Jhon Alexander Embiricos.

Kesepakatan bersama ini sebagai bentuk nyata komitmen investor dan mitra pemerintah provinsi (Pemprov) Kaltara mendukung
pencapaian target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dan Enhanced NDC (E-NDC) di wilayah Kaltara.

“Kesepakatan itu mencakup percepatan kolaborasi untuk konservasi, rehabilitasi dan restorasi ekosistem mangrove serta lahan gambut, khususnya bersama masyarakat lokal atau adat yang
dalam jangka panjang akan berdampak pada pencapaian tujuan SDGs (sustainable development goals) di Kaltara,” ungkap Gubernur Kaltara, Zainal A Paliwang, Jumat (21/7/2023).

Selain itu, kerjasama ini sebagai bentuk nyata komitmen provinsi Kaltara mendukung prioritas nasional pengurangan emisi GRK sekaligus pencapaian target SDGs melalui kegiatan kerjasama dalam
pelestarian dan pemulihan lingkungan hidup.

“Berbagai agenda tersebut hanya dapat dipercepat melalui skenario
kemitraan dan strategi kolaborasi secara luas, salah satunya dengan
pihak GER Lestari,” tutur Gubernur.

Sementara itu, John A. Embiricos mewakili PT GER Lestari menegaskan, GER Lestari bekerja di Kaltara  untuk menjawab isu global berupa perubahan iklim dunia salah satunya dengan penanaman mangrove.

“Sejak 20 tahun lalu saya dengan ibu Marinah Embricos selaku Dewan Komisaris telah mendapatkan undangan dari Pemerintah Kalimantan Timur (Kaltim), saat itu membahas bagaimana menangani perubahan iklim yang terjadi sejak  2005 lalu,” kata Jhon.

Saat itu di Eropa telah dimulai perdagangan karbon, tawaran kerjasama itu telah disampaikan ke Pemkab  Malinau yang saat itu Bupati Malinau dijabat Marthin Billa dan memulai merancang kegiatan pengurangan emisi gas rumah kaca di Bali pada 2007.

“Namun saat itu belum banyak kebijakan nasional yang tidak memungkinkan untuk kerjasama perdagangan karbon. Nah, tahun ini (2023) kami kembali ke Kaltara atas undangan pak Marthin yang saat ini menjabat  anggota DPD RI bersama Gubernur Kaltara untuk memulai kembali apa yang telah kita rancang 20 tahun lalu itu,” jelasnya.

Kemudian Pemerintah Indonesia, lanjut Jhon, telah membuka perdagangan karbon sehingga p<span;>ihaknya optimis kerjasama ini akan berjalan dengan baik. Apalagi, GER Lestari berbeda dengan apa yang dilakukan oleh yang lainnya. Di mana program utamanya bagaimana perdagangan karbon itu jadi landasan untuk peningkatan pemulihan lingkungan dan peningkatan kemakmuran masyarakat Kaltara.

“Di dunia banyak sekali proyek perdagangan karbon yang hanya fokus kepada model bisnis dan keuntungan bagi si pengusaha, tapi ini berbeda dengan yang akan dilakukan oleh GER Lestari,” ujarnya.

John Embiricos menjelaskan, saat ini pihaknya bersama Pemprov Kaltara mengembangkan mode perdagangan karbon yang basisnya berkolaborasi dengan masyarakat serta melibatkan pemerintah desa.
Kolaborasi ini juga akan saling berbagi pengetahuan, kearifan lokal menjadi modal kerjasama,” tegasnya.

Hal senada dikatakan Dewan
Komisaris,Marinah Embricos, Pada tahap awal pihaknya bersepakat untuk menerapkan pola pemulihan ekosistem mangrove dan lahan gambut di luar kawasan hutan atau dalam areal penggunaan lain (APL) seluas sekitar 347.020 hektar selama 25  tahun.

Nantinya, pelaksanaan teknis program kemitraan ini akan dilaksanakan di bawah manajemen
perusahaan patungan yang dibentuk antara BUMD Kaltara dengan GER Lestari. Selain itu, Kaltara telah dikenal memiliki
kekayaan ekosistem gambut dan mangrove yang luasnya sekitar 461.462 ha gambut dan mangrove
178.161 ha. Area proyek akan berfokus pada luasan 287.082 ha
<span;>gambut dan 59.938 ha
mangrove di APL.

“Pola pendekatan teknis di lapangan akan diterapkan
melalui mekanisme pengurangan emisı GRK berbasis Jurisdictional Emission Reduction (JER) yang keberhasilannya diukur dari berkurangnya deforestasi dan degradasi lahan gambut dan
ekosistem mangrove,” pungkasnya.(*)